Nasihat Untuk Ahli Ilmu dan Ahli Mesjid

Oleh : Ustad M. Yaya Sumardi Atmadja

Maksiat yang disertai rasa hina-dina (merasa sangat berdosa) adalah lebih mulia dibanding melakukan ketaatan yang disertai rasa bangga dan kesombongan.” (Dinukil dari kitab Al-Hikam)


Dikisahkan, ada seorang alim yang bertetangga dengan seorang pelacur. Setiap kali orang alim ini memandang rumah sang pelacur, dalam pikirannya sering terbayang, “Pelacur itu pasti selalu melakukan perbuatan mesum”. Prasangka buruk itu selalu terlintas dibenaknya setiap kali dia teringat akan si pelacur tersebut. Prasangka itu sudah merasuk ke dalam jiwanya, sehingga dia sangat membenci dan jijik dengan pelacur tersebut. Ingin rasanya dia mengusir si pelacur dari samping rumahnya, namun dia sangat dikenal orang-orang sebagai orang yang bijak dan adil dalam mengambil keputusan. Sehingga keputusan untuk mengusir dari samping rumahnya itu dibatalkan, karena takut dinilai masyarakat bahwa dia tidak bijak dalam memutuskan.


Namun sebaliknya, jika si pelacur melihat rumah orang alim tadi, hatinya selalu bergejolak dan bergetar. Penyesalan dan tangisan yang mendalam selalu tersimpan dalam hatinya. Batinnya selalu berdoa: “Betapa Mulianya Engkau, Ya Allah, memiliki hamba yang alim dan bijaksana seperti tetanggaku ini, sementara aku bergelimang dengan lumuran dosa. Dia menjadi orang yang disegani dan dihormati oleh masyarakat. Banyak orang dari berbagai pelosok berkunjung ke rumahnya, menimba ilmu serta memohon doa restu darinya. Ya Allah, aku sangat ingin seperti dirinya, hidup terhormat, disegani dan jauh dari dosa serta perbuatan maksiat. Ya Allah, tunjukkan aku pada jalan-Mu yang benar, mudahkanlah keinginanku ini, dan janganlah Engkau biarkan aku dalam keadaaan tersesat seperti ini.” Demikianlah, batin si pelacur selalu berbisik kepada Allah.


Setiap hari jika si pelacur ini melihat rumah tetangganya, dia selalu berdoa dan selalu berpikiran baik untuk dirinya. Dia sangat kagum, takjub, senang dan bangga terhadap perilaku orang yang alim tadi. Namun, prasangka orang yang alim tadi justru sebaliknya, dia semakin geram dan benci saja dengan tetangganya tersebut.


Singkat cerita, tibalah hari pembalasan. Orang alim tersebut diseret oleh malaikat ke pintu neraka. Dia protes, “Kalian pasti salah, coba buka kembali catatan amal dan ibadahku selama ini.” Malaikat pun membuka dan membacakannya, “Betul sekali engkau tercatat sebagai seorang yang saleh dan alim. Buku ini penuh dengan rekaman amal dan kebajikanmu. Tetapi satu hal yang membuat Allah murka dan tidak ridha denganmu, engkau selalu melihat orang lain dengan prasangka burukmu. Contoh nyatanya, seorang pelacur tetanggamu, selalu kau lihat dengan penuh kebencian dan tanpa belas kasihan sedikit pun. Lupakah engkau bahwa Allah menciptakan surga dan neraka untuk hamba-Nya. Dia yang lebih berhak menentukan hamba-Nya ditempatkan pada surga atau neraka”.


Sementara, di sisi lain si pelacur tadi justru diantarkan malaikat menuju pintu surga. Dia pun protes seperti halnya seorang yang alim tadi, “Apakah kalian tidak salah dalam membaca catatan amal ibadahku ?, sepertinya aku tidak tepat di tempatkan di surga. Bukankah saya lebih banyak berbuat dosa dan maksiat selama di dunia?”. Lalu malaikat menjawab, “Ada satu hal kecil yang nampaknya sepele tetapi sering diabaikan manusia, justru itu yang membuat Allah ridha dengan perilaku hamba-Nya. Engkau selalu menaruh harapan yang baik kepada Allah dan selalu Husnudhan (baik sangka) terhadap sesama manusia. Ketahuilah, Allah menciptakan surga dan neraka untuk hamba-Nya yang terpilih. Dialah yang lebih berhak untuk menentukannya”.


Kisah sufi di atas menginspirasikan kita sebagai hamba yang hina, perlunya selalu berpikir dan memiliki harapan yang baik kepada Allah. Sebagaimana pesan Allah dalam Al-Qur’an: “Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah.” dan pesan Allah dalam hadits qudsi:  “Aku terserah pada prasangka hamba-Ku terhadap-Ku”.


Maksudnya, jika kita memiliki pengharapan yang baik kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan harapan yang baik pula kepada kita begitu juga sebaliknya.


Semoga kita semua dihindarkan Allah dari ujub takabur dan buruk sangka.


Aaamiiin.

Tidak ada komentar