Goyang Karawang dimata Ade Abdul Maarif




“Tinggal di mana kamu sekarang?”

“Karawang.”

“Wah, goyang Karawang.”

Perbincangan semacam ini sangat sering saya alami tiap kali ada teman lama atau seorang kenalan dari luar kota yang bertanya tentang tempat tinggal saya. Hampir 9 dari 10 orang selalu mengomentari jawaban saya seperti itu. Mereka selalu saja mengaitkan Karawang dengan Goyang Karawang. Tak salah memang, karena pada kenyataannya goyang Karawang memang merupakan sebuah tarian tradisional yang cukup legendaris di kota ini. Tapi yang saya maksud, kenapa banyak orang hanya mengaitkan kota ini sebatas dari goyangannya saja. Padahal ada banyak hal menarik tentang kota ini yang banyak orang abaikan.

Belum pernah tuh ada teman yang menjawab, “Wow kota lumbung padi itu yah?”, “Oh, tempat pengasingan Bung Karno dan Bung Hatta itu ya?”, “Itu kota yang punya kawasan indrustri terbesar di Asia Tenggara itu kan ya?”, atau “Wah, Karawang mah kota dengan UMR tertinggi di Indonesia itu yah?” Kenapa dari sekian banyak hal mengagumkan yang dimiliki Kota Pangkal Perjuangan ini hanya Goyang Karawang yang melekat diingatan sebagian banyak orang?

Dari beberapa artikel yang pernah saya baca, sejarah Goyang karawang ini sendiri merupakan sebuah tarian yang dimainkan para penari ronggeng yang terkenal erotis dan menggoda. Sepertinya, pertunjukan ronggeng dengan goyangannya yang menggoda semacam ini sangat lumrah untuk daerah pesisir Pantai Utara. Mengingat Karawang juga masuk dalam zona jalur Pantai Utara.

Pada bulan September kemarin di Karawang sempat diadakan juga Festival Goyang Karawang yang dibuat secara besar-besaran. Acara ini bahkan disiarkan secara live di televisi swasta. Sehingga bagi mereka yang bukan orang Karawang pun, tetap bisa melihat dan menyaksikan pertunjukan ini.

Meski sangat terkenal dan popoler, pada kenyataannya banyak teman saya yang merupakan orang Karawang asli, justru tak tahu menahu dengan Goyang Karawang tersebut. Setahu mereka tarian khas Karawang itu yah hanya Jaipong. Itu pun tak semua masyarakatnya bisa menarikannya.

Saya hanya ingin menunjukkan bahwa Karawang itu nggak sekadar punya Goyang Karawang saja. Bisa dibilang Karawang ini merupakan sebuah kota yang cukup bersejarah bagi negeri ini. Tentu kita masih ingat sehari sebelum peristiwa Proklamasi, di mana para pemuda menculik Ir. Soekarno dan Moh. Hatta. Keduanya disembunyikan ke Rengasdengklok guna menghindari hasutan Jepang. Nah, perlu dipahami bahwa Rengasdengklok ini ada di Karawang, Gaes.

Rumah yang menjadi tempat diculiknya dua proklamator kita itu bahkan masih ada sampai sekarang. Walaupun lokasinya sudah dipindah dari tempat semula dan beberapa benda sudah dibawa untuk dimuseumkan. Saya sendiri pernah ke Rengasdengklok dan benar saja daerah ini memang cukup tersembunyi dari pusat kota.

Di Rengasdengklok, kita juga bisa menemukan makanan khas Karawang yang begitu popular: serabi hijau Dengklok. Serabi berwarna hijau dengan kuah yang rasanya manis sekali. Jadi saat kita berkunjung ke rumah persinggahan Bung Karno ini, kita bisa sekalian mampir untuk wisata kuliner.

Karawang dulunya mendapat julukan Kota Lumbung Padi Nasional. Di mana kota ini merupakan kota penghasil beras terbesar se-Indoensia. Namun untuk sekarang ini saya sangsi julukan ini masih relevan atau tidak untuk kota ini. Pada kenyataannya, sawah-sawah di Karawang mulai tergerus zaman. Lahan yang tadinya ditanami hamparan padi, kini berubah menjadi perumahan, kios, mal, ataupun ruko. Meski masih ada banyak area persawahan, namun saat ini sudah tak sebanyak dulu lagi. Sawah di dekat rumah saya yang sering saya gunakan untuk jogging pagi pun sekarang juga sudah ludes diganti dengan perumahan.

Masalah ini tentu berkaitan dengan adanya beberapa kawasan industri yang besar di kota ini. Adanya kawasan industri ini tentu seperti magnet yang menarik para pekerja dari luar kota untuk berdatangan mencari rezeki di kota ini. Sehingga semakin hari kepadatan, keramaian, serta kemacetan tak bisa dihindari lagi.

Saat kali pertama saya datang ke kota ini sekitar tahun 2012, Karawang belum seramai seperti saat ini. Saya masih ingat, dulu bahkan hanya ada satu biskop kecil di sini. Toko buku sekelas Gramedia pun juga belum ada. Hingga sekitar tahun 2016, terjadi pembangunan besar-besaran. Mal semakin banyak, hotel mewah mulai dibangun, bioskop-bioskop menjamur di setiap mal, dan perumahan semakin tak terbendung.

Pada tahun 2018 dan 2019, Karawang dinobatkan sebagai kota dengan UMR tertinggi di Indonesia. Hal ini bisa dianggap berkah dan juga musibah. Lantaran gara-gara hal ini tak sedikit perusahaan yang mem-PHK karyawannya secara besar-besaran. Hal ini juga tentu berimbas pada warga asli yang tidak bekerja sebagai karyawan karena secara otomatis semua bahan makanan akan ikut naik seiring kenaikan gaji para karyawan.

Kita juga tentu masih ingat dong dengan sebuah puisi karya Chairil Anwar yang berjudul Karawang-Bekasi. Nah, kalau kalian sedang main ke Karawang, ada baiknya mampir ke Monumen Rawa Gede. Itu merupakan sebuah bangunan untuk mengenang peristiwa di mana begitu banyak rakyat sipil dibantai oleh pasukan Kolonial Belanda. Peristiwa itulah yang mengilhami Chairil Anwar dalam menciptakan puisinya tersebut.

Perlu diketahui juga kalau Karawang itu juga punya candi loh ya. Candi Jiwa. Candi yang katanya usianya lebih tua dari Candi Prambanan ataupun Candi Borobudur. Letak candi ini pun ada di tengah sawah. Di sini juga ada pabrik percetakan uang negara. Ada San Diego Hills juga, kuburan untuk para ningrat. Ada banyak wisata alamnya juga. Gimana nggak tertarik gitu main ke Karawang? Jadi nanti kalau seumpama mendengar Kata Karawang lagi, mbok ya ceritakan hal-hal lain tentang kota ini selain Goyang Karawang-nya, ya!

Tidak ada komentar