Kalau Sampai Temukan Bukti Fee Pokir, Jangan Salahkan Kami Kalau Terjadi Seperti Dulu


Karawang, JK-Masalah defisit Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD II) Karawang untuk Tahun Anggaran (TA) 2020 terus menuai polemik. Seperti biasa, ada pro dan kontra dalam menyikapi defisit anggaran ini.

Setelah sebelumnya ada komentar keras dari kedua orang pemerhati, mengenai permintaan Pokok Pikiran (Pokir) dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang di saat kondisi APBD II Karawang defisit.

Secara tidak langsung, itu di jawab oleh anggota Komisi II DPRD Karawang, Natala Sumeda. Anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengatakan. Bahwa defisit APBD II Karawang di sebabkan oleh ketidak mampuan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang menagih piutang yang mencapai Rp 500 miliar lebih, dan ketidak mampuan meningkatkan capaian target Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Dan Natala menjelaskan, sebagaimana yang di ketahuinya. Ada pelimpahan kewenangan soal BPHTB dari Pemerintah Pusat ke Daerah.

Pemerhati politik dan pemerintahan, H. Asep Agustian, SH. MH, saat di minta kembali tanggapannya soal statement Natala, pengacara nyentrik ini mengatakan. "Pertama saya patut apresiasi atas keberanian Natala yang sudah berani menanggapi soal defisit APBD II Karawang untuk Tahun 2020, dengan berbagai macam argumentasinya.",

"Tapi, kalau ukurannya hanya soal piutang dan BPHTB. Kok saya malah jadi merasa geli gitu lho? Ini bicara defisit, kan bicara faktor penyebabnya. Terjadinya defisit di karenakan kebutuhan pengeluaran lebih tinggi di banding pendapatan. Nah khusus Tahun 2020 ke depan ada kebutuhan yang sulit terelakkan, yaitu kebutuhan biaya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan lain sebagainya.",

"Lalu, kalau Dewan hanya berkutat dan hanya desak mendesak Pemkab soal piutang dan BPHTB, saya pikir bukan alternatif solusi. Piutang itu kan tunggakan rakyat soal pajak. Saya yakin Pemkab juga terus berupaya untuk menagih kalau untuk urusan itu.",

"Tapi kalau soal BPHTB, sulit rasanya untuk di jadikan tolak ukur pendapatan. Masalahnya, BPHTB ini kan soal transaksi jual beli tanah dan bangunan. Terus untuk mencapai target, masyarakat harus di paksa jual dan beli gitu? Kan geli saya mendengarnya.",

"Oleh karena itu, di saat kesulitan masalah keuangan begini. Dewan tidak perlu lah ngotot minta Pokir dengan menentukan nilai segala! Di kasihnya Rp 2 M atau Rp 3, ya terima saja. Masih bagus di kasih.",

"Kalau bicara kepentingan pembangunan, sebenarnya dengan hasil Musrenbang Pemerintah juga sudah cukup. Berhubung soal serapan aspirasi merupakan amanat Undang - Undang serta amanat regulasi lainnya. Maka tetap harus di realisasi, tapi tidak ada ketentuan yang mengatur soal besaran nilainya.",

"Jadi, saya perlu ingatkan, dan ini suatu bentuk kepedulian saya terhadap Pemerintahan Karawang, karena yang namanya DPRD ini kan merupakan Pemerintahan, bukan seperti DPR RI.",

"Dalam hal ini, sudah beberapa kali terjadi masalah hukum, sampai ada beberapa mantan anggota Dewan yang masuk penjara gara - gara urusan Pokir.",

"Kalau sampai saya menemukan bukti, adanya transaksional soal Pokir (fee). Saya tidak akan segan - segan untuk melaporkan dan mendesak penegak hukum, agar memprosesnya.",

"Jangan mengartikan kritik kami selaku masyarakat ini merupakan atas dasar ketidak sukaan, apa lagi di anggap membela Pemerintah, dan jangan salahkan kami selaku masyarakat, kalau nanti sampai menemukan bukti, lalu kami laporkan kepada penegak hukum.",

Tidak ada komentar